Rabu, 27 April 2011

Gangguan Orang Belajar


Penyakit orang mengaji / belajar
1.Mengantuk
2.Berbicara sendiri
3.Tidak / kurang sungguh – sungguh
4.Tidak / kurang krono Alloh

Sukses ibadah dalam bulan romadhon :
1.    Sukses puasa romadhon
2.    Sukses solat tarawih
3.    Sukses membaca Al Qur’an khatam
4.    Sukses lailatul qodar
5.   Sukses zakat fitra

Hasil berdo’a
1.   Langsung dikabulkan
2.   Ditunda ( didunia/ diakherat )
3.   Diganti ( di dunia / diakherat )

Waris dapat dilaksanakan apabila :
1. Ada  yang mati
2. Ada ahli waris
3. Ada yang diwaris
4. Sama sama sepaham

Macam -macam harta :

1. Harta  afdol maksudnya      : Modal satu menjadi banyak setelah digunakan  berbagai macam pembelaan dan keperluan
2. Harta Barokah maksudnya  :  Modal satu tetap menjadi satu setelah digunakan berbagai macam pembelaan dan keperluan
3. Harta Biasa maksudnya      : Modal satu menjadi kurang setelah digunakan berbagai macam pembelaan dan keperluan


Manisnya Iman

Manisnya iman dapat dirasakan apabila :
1. Alloh dan Rosulnya lebih dicintai
2. Mencintai seseorang karena Alloh semata
3. Benci kekufuran setelah mendapatkan hidayah

Keberhasilan iblis dalam menyesatkan manusia adalah :
1.Manusia menjadi Kafir
2.Manusia menjadi orang-2 musrik
3.Manusia menjadi ahli bid’ah
4.Manusia melakukan pelanggaran / dosa-2 Besar
5.Manusia meremehkan dosa-2 kecil

5 ( lima ) hal yang perlu dimiliki orang iman
1.Berkata benar
2.Menepati janji
3.Menyampaikan amanat
4.Menjaga ferji
5.Menghindarkan mata dan tangan dari pelanggaran

4 ( empat ) hal Yang membahagiakan suami
1.Mempunyai istri yang sholihat
2.Menpunyai anak – anak yang sholeh
3.Mempunyai teman berbaul yang baik
4.Mempunyai pekerjaan di dalam negeri ( tidak jauh )

Kadar orang berhaji :
1.Karena nasab : keturunan orang2 punya / kaya
2.Karena Nisob : bekerja – menabung sampai waktunya
3.karena nasib : hadiah / pemberian dll

Tata cara Nasehat

Tata Cara Nasihat

Tujuan Nasehat, adalah menyampaikan sesuatu kepada audien (pendengar) agar si pendengar dapat merubah sikap, prilaku, pola pikir hingga bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk, halal dan harom, pahala dan dosa, surga dan neraka. Atau dengan kata lain, nasehat adalah menghendaki terwujudnya suatu kebaikan kepada orang lain:
Dasar-dasar Nasehat:
1. Seni berbicara fungsinya adalah untuk menguasai audien, seperti:
a. Retorika adalah seni berbicara dalam nasehat yang bombastis.
b. Langgam adalah bentuk irama, lagu dalam nasehat.
c. Intonasi adalah nada lagu, tinggi rendah suara.
2. Harus dapat menyampaikan materi nasehat dengan simpatik, menarik, beralasan dan meyakinkan.
3. PD, Percaya pada diri sendiri: Seorang penasehat harus merasa yakin bahwa dirinya mampu memberikan nasehat. Oleh karena itu hatinya harus teguh, tenang serta tidak mudah terpengaruh oleh situasi atau audien yang ada, dan upayakan jangan sampai terjadi demam panggung atau gerogi.

I. Hal-hal yang Harus Diperhatikan:
Berdo’alah terlebih dahulu sebelum berbicara dengan do’a:
Robbisyroh Lii Shodrii Wayas-sir Lii Amrii Wahlul ‘Uqdatam-mil Lisaanii Yafqohuu Qoulii.
Yang artinya: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka dapat memahami / mengerti perkataanku”. (QS. Thoohaa, Ayat: 25-28).
Alloohumma Alhimnii Rusydii Wa A‘idznii Min Syarri Nafsii.
Artinya: “Ya Alloh, berilah aku ilham yang benar dan lindungilah aku dari kejelekannya diriku”. (HR. Tirmidzi)


Memberanikan diri, jangan bersikap ragu-ragu.
Sebelum berbicara upayakan terlebih dahulu mengambil nafas panjang sebanyak tiga kali untuk melancarkan peredaran darah, oksigen dalam paru-paru agar keadaan hati menjadi tenang.
Pandangan mata upayakan sesekali menghadap lurus ke depan, ke tengah, ke samping kanan, kesamping kiri, jangan hanya mendang ke atas atau ke bawah saja dan hindari memandang langsung mata audien tetapi pandanglah bagian kening atau ubun-ubunnya. Ini untuk menghindari atau menghilangkan perasaan jatuh mental atau gerogi.
Harus mempunyai keyakinan bisa memberikan sesuatu ketegasan kepada audien yang sok tahu / ngendasi / nyeruwing / saur manuk yang mungkin dapat menyebabkan Anda menjadi gerogi atau ngelantur.
II. Pengaturan Fisik dan Sikap Badan:
Berpakaian rapi, bersih dan sopan serta disesuaikan dengan situasi dan tempat.
Sikap badan harus tegap, tenang dan tata geraknya tidak berlebihan atau jangan diam saja.
Raut wajah haus ceria, bersih dan tidak seperti orang yang sedang ngambek, marah atau sedang bingung, tetapi bersikaplah tenang namun meyakinkan walaupun terjadi suatu kesalahan atau kekeliruan.
III. Pengaturan Suara, Ucapan atau Bahasa:
Tata Bahasa yang akan diucapkan harus tersusun rapi. Jelas kata demi kata yang diucapkan, usahakan memakai kata-kata yang mudah diterima, dimengerti dan dipahami oleh audien.
Bahasa yang akan dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan tingkat pendidikan atau pengetahuan audien.
Menjaga agar setiap kata-kata yang akan Anda sampaikan tidak salah ucap dan tidak mendiskriditkan pemerintah, tidak menghasut, menyinggung golongan lain atau jangan sampai menusuk perasaan orang lain.
Keras lemahnya suara harus Anda sesuaikan dengan besar-kecilnya ruangan gedung serta banyak-sedikitnya jumlah audien.
Tekanan suara harus mantap dan bersemangat dan usahakan kata-kata yang Anda ucapkan itu tidak hanya dapat dipahami oleh satu orang, satu suku saja. Akan tetapi berpariasi dan bila perlu Anda beri penekanan. Agar nasehat Anda lebih mantap maka Anda bisa memasukkan dalil-dalil yang tepat dan akurat, atau bahkan Anda bisa membubuhinya dengan cerita-cerita, sehingga nasehat Anda itu benar-benar dapat menarik audien lebih betah dalam mendengarkan nasehat Anda. Buatlah bagaimana caranya agar audien bisa terpukau / kagum / ta’jub / heran.
Janganlah menahan suara, artinya berbicara tapi bibirnya tidak bergerak, dan kata-kata yang Anda ucapkan itu harus jelas, jangan sengau seperti orang bindeng, lagi flu, pilek.
IV. Persiapan Mental Hati:
Ini penting supaya Anda tidak mudah tersinggung atau naik darah jika Anda melihat situasi ramai, gaduh yang menyebabkan dapat merubah acara menjadi tidak hikmat. Maka cara mengatasinya adalah Anda bisa segera mengambil sikap tegas untuk kembali menenangkan audien yakni dengan mengucapkan kata-kata yang tegas, santun tapi wibawa. Jangan nggebrak meja atau marah-marah.

V. Penguasaan Bahan Nasehat:
Bagi Anda sebagai komunikator (Penasehat) harus benar-benar menguasai bahan atau materi nasehat yang akan disampaikan kepada audien dan Anda sesuaikan dengan tema nasehat.
Kata pendahuluan usahakan yang bisa membuat audien tertarik untuk mendengarkan hingga mereka bisa penuh konsentrasi (perhatian). Anda bisa pilih kalimat yang dapat menciptakan suasana yang baik dan dapat membuat hati audien merasa butuh untuk mendengarkannya. Oleh karena itu Anda tentukan pokok masalah yang menarik sehingga mereka merasa ada sesuatu yang baru dan penting untuk didengarkan.
Menguaraikan materi atau isi nasehat sesuai dengan pokok nasehat serta jelaskan mengenai basyiron wanadziron dan upayakan diberi landasan hukumnya, gambaran, kisah / cerita para nabi, orang-orang sholih, cantolan kepahaman, sairan, pantun nasehat, dan lain sebagainya. Dan cara menguraikannya yang berurutan, tidak melompat-lompat.
Beri kesimpulan, artinya semua yang sudah Anda sampaikan dalam nasehat Anda tadi sebaiknya Anda beri kesimpulan dan beri kesan terakhir yang kemungkinan dapat membuat para audien terkesan bahwa isi nasehat tersebut baik dan bermanfa’at.
Penutup. Sebaiknya nasehat yang sudah Anda sudahi Anda tutup dengan ucapan terima kasih, do’a dan salam.

Bahan-bahan Nasehat:
1. Ada 5 (Lima) Bab:
1. Mengaji Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2. Mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
3. Membela Al-Qur’an dan Al-Hadits.
4. Sambung jama’ah secara Al-Qur’an dan Al-Hadits.
5. Tho’at Alloh, Rosul, Amir ( Pemimpin Agama )

2. Ada 2 (Dua) Kesenangan Orang Puasa:
1. Ketika akan berbuka.
2. Ketika akan berjumpa Alloh.

3. Ada 2 (Dua) Perkara yang Tidak Pernah Hinggap pada Orang Iman:
1. Kikir / Pelit.
2. Budi Ashor.

4. Ada 2 (Dua) Perkara yang Memasukkan Manusia ke Surga:
1. Bertaqwa kepada Alloh.
2. Berakhlak yang baik.

5. Ada 2 (Dua) Perkara yang Memasukkan Manusia ke Neraka:
1. Mulut (ucapan).
2. Kemaluan.

6. Ada 3 (Tiga) Hal yang Dapat Mempengaruhi Seseorang:
1. Tempat, kampung, kota.
2. Waktu, misalnya pagi, sore.
3. Keadaan, misalnya kaya atau miskin.

7. Ada 3 (Tiga) Faktor yang Dapat Mempengaruhi Seseorang:
1. Faktor dasar / karakter.
2. Faktor Lingkungan.
3. Faktor Pendidikan.

8. Ada 3 (Tiga) Bulan yang Boleh untuk Melaksanakan Ibadah Haji:
1. Bulan Syawal.
2. Bulan Dzul Qo’dah.
3. Bulan Dzul Hijjah s/d tgl 10 Dzul Hijjah.

9. Ada 3 (Tiga) Cara dalam Melaksanakan Ibadah Haji:
1. Qiron.
2. Tamatu’.
3. Ifrod.

10. Ada 3 (Tiga) Hal yang Harus Dilakukan dalam Menghormat Tamu:
1. Gupuh, yaitu menyambut dengan ramah-tamah.
2. Lungguh, yaitu segera mempersilahkan duduk.
3. Suguh, yaitu menyuguhkan minum dan makanan ringan.

11. Ada 3 (Tiga) Hal yang Harus Diperhatikan dalam Berkomunikasi:
1. Papan, artinya tempat, kita ada di tempat siapa.
2. Empan, artinya materi, kita mau bicara tentang apa.
3. Adepan, artinya Audien, siapa yang kita hadapi.

12. Ada 3 (Tiga) Perkara yang Menyebabkan Tidak Masuk Surga:
1. Mengadu domba.
2. Mengungkit-ungkit.
3. Kikir / pelit.

13. Ada 3 (Tiga) Keharoman Bagi Sesama Muslim:
1. Harom rahasianya.
2. Harom harta bendanya.
3. Harom darahnya.

Memerangi Hawa Nafsu

Hawa nafsu bermakna kecenderungan dan kecintaan. Ia tidak hanya digunakan untuk menyatakan kecenderungan satu jiwa manusia untuk menyalahi kebenaran akan tetapi ia juga digunakan untuk kecenderungan kepada kebenaran. Ia dianggap menyalahi kebenaran ketika dikedepankan oleh si pemiliknya atau ditempatkan melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan agamanya.
Ibnu Rajab mengatakan bahwa seluruh kemasiatan bermula dari mendahulukan hawa nafsu daripada kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT telah mensifati orang-orang musyrik dengan mengikuti hawa nafsu di beberapa tempat didalam al Qur’an, demikian pula perbuatan-perbuatan bid’ah. Sesungguhynya hal itu muncul dari mendahulukan hawa nafsu daripada syariat, karena itulah maka orang-orangnya disebut dengan Ahlul Ahwa.
Setiap hawa nafsu baik itu hawa syubhat maupun hawa syahwat membahayakan keimanan seorang hamba dan diwajibkan baginya untuk mencintai apa-apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya serta membenci apa-apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya agar hawa nafsunya mengikuti syariah, dan inilah yang dituntut dari keimanan seorang hamba.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa [4] : 65)
Di antara bahaya mengikuti hawa nafsu terhadap keimanan seorang hamba Allah adalah :
  1. Mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi si pelakunya dari berbuat adil didalam hukum dan pergaulan serta akan mendorongnya kepada kezhaliman dan permusuhan. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa [4] : 135)
  2. Mengikuti hawa nafsu akan mendorong pelakunya melakukan perbuatan bid’ah didalam agamanya dan menjauhi sunnah.
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)
  1. Mengikuti hawa nafsu menyebabkan terhalangnya si pelaku daripada hidayah dan taufiq.
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al A’raf [7] : 176)
  1. Mengikuti hawa nafsu akan membawa si pelakunya menolak kebenaran dan sesat dari jalan Allah SWT bahkan dapat menyesatkan orang lain darinya.
فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya : “Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Qashash [28] : 50)
  1. Yang paling berat adalah bahwa mengikuti hawa nafsu dapat menjadikan si pelakunya kafir dan keluar dari agama islam.
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
Artinya : “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-An’am [6] : 119)

Pokok dari syahwat dunia didalam diri seseorang ada empat, yaitu : wanita, harta, anak-anak dan jabatan atau kekuasaan, sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali-Imran [3] : 14)
Untuk itu hendaklah setiap mukmin harus ekstra waspada terhadap sikap mengikuti hawa nafsu baik hawa syubhat maupun syahwatnya. Dan diantara yang bisa dilakukan untuk mengalahkan tarikan hawa nafsu yang senantiasa memerintahkan dirinya agar melakukan maksiat, adalah :
  1. Takut akan adzab dan siksa Allah SWT. Karena hal ini merupakan pertahanan yang paling kokoh untuk menghindarinya dari mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman-Nya :
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)

Al Imam Ibnu Jarir ath Thabari mengatakan,”Adapun siapa yang takut akan pertanyaan Allah terhadap dirinya tatkala ia berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat. Maka bertakwalah kepada-Nya dengan mengerjakan berbagai kewajiban-Nya serta menjauhi berbagai maksiat-Nya. Dia mengatakan, ”Melarang jiwanya daripada hawa nafsunya didalam hal-hal yang dibenci Allah dan tidak diredhoi oleh-Nya serta menghindar darinya. Kemudian menempatkannya kepada hal-hal yang diperintahkan Tuhannya, sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.”
  1. Senantiasa meminta pertolongan kepada Allah Yang menggenggam hati hamba-hamba-Nya. sesungguhnya Allah telah menjanjikan hidayah kepada orang-orang yang meminta petunjuk kepada-Nya, sebagaimana disebutkan didalam hadits qudsi, ”Hai hamba-Ku, kamu sekalian berada dalam kesesatan, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Oleh karena itu, mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu!” (HR. Muslim)
  2. Berlindung kepada Allah dari kejahatan hawa nafsu dan syahwat jiwa. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa, sebagaimana disebutkan didalam hadits Khutbah al Hajah, ” Dan kami berlindung kepadanya dari kejahatan jiwa kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami.” (HR. Nasai),  (dari kitab : Min Mu’awwiqat ad Da’wah ‘Ala Dhaui al Kitab wa as Sunnah)

Rukun Iman


Rukun Iman ada enam (6) perkara :
(1) Beriman kepada ALLAH SWT
(2) Beriman kepada Malaikat-malaikat
(3) Beriman kepada Kitab-kitab
(4) Beriman kepada Rasul-rasul
(5) Beriman kepada Hari Kiamat
(6) Beriman kepada Qada dan Qadar


PENJELASAN RUKUN IMAM


Sebagai salah satu syarat dari iman adalah adanya keyakinan. Dan keyakinan tersebut dapat muncul dari pengetahuan atau ilmu tentang hal tersebut. Dan masalah tersebut telah dijelaskan oleh para ulama dengan penjelasan yang tuntas dan sangat jelas bagi umat.
Iman kepada Allah Subhanallohu wa Ta’ala
Kita mengimani Rububiyah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, artinya bahwa Allah adalah Rabb: Pencipta, Penguasa dan Pengatur segala yang ada di alam semesta ini. Kita juga harus mengimani uluhiyah Allah Subhanahu Wa Ta’ala artinya Allah adalah Ilaah (sembahan) Yang hak, sedang segala sembahan selain-Nya adalah batil. Keimanan kita kepada Allah belumlah lengkap kalau tidak mengimani Asma’ dan Sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki Nama-nama yang maha Indah serta sifat-sifat yang maha sempurna dan maha luhur.
Dan kita mengimani keesaan Allah Subhanallohu wa Ta’aladalam hal itu semua, artinya bahwa Allah Subhanallohu wa Ta’ala tiada sesuatupun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam rububiyah, uluhiyah, maupun dalam Asma’ dan sifat-Nya.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: “(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beridat kepada-Nya. Adakah kamu
mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?”. (QS. Maryam: 65)
Dan firman Allah, yang artinya: “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. Asy-Syura:11)
Iman Kepada Malaikat
Bagaimana kita mengimani para malaikat ? mengimani para malaikat Allah yakni dengan meyakini kebenaran adanya para malaikat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan para malaikat itu, sebagaimana firman-Nya, yang artinya: ”Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, tidak pernah mereka itu mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS. Al-anbiya: 26-27)
Mereka diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka mereka beribadah kepada-Nya dan mematuhi segala perintah-Nya. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’, yang artinya: ” …Dan malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tidak bersikap angkuh untuk beribadah kepada-Nyadan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. “ (QS. Al-Anbiya: 19-20).
Iman Kepada Kitab Allah
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menurunkan kepada rasul-rasul-Nya kitab-kitab sebagai hujjah buat umat manusia dan sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang mengamalkannya, dengan kitab-kitab itulah para rasul mengajarkan kepada umatnya kebenaran dan kebersihan jiwa mereka dari kemuysrikan. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’, yang artinya: ”Sungguh, kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca (keadilan) agar manusia melaksanakan keadilan… “ (QS. Al-Hadid: 25)
Dari kitab-kitab itu, yang kita kenal ialah :
·         Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa alaihi sallam, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Maidah: 44.
·         Zabur, ialah kitab yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala  kepada Daud alaihi sallam.
·         Injil, diturunkan Allah kepada nabi Isa, sebagai pembenar dan pelengkap Taurat. Firman Allah : ”…Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) injil yang berisi petunjuk dan nur, dan sebagai pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS : Al-Maidah : 46)
·         Shuhuf, (lembaran-lembaran) yang diturunkan kepada nabi Ibrahim dan Musa, ‘Alaihimas-shalatu Wassalam.
·         Al-Quran, kitab yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala  turunkan kepada Nabi Muhammad shalallohu ‘alahi wa sallam, penutup para nabi. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ” Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan yang batil…” (QS. Al Baqarah: 185).
Iman Kepada Rasul-Rasul
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus rasul-rasul kepada umat manusia, Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ” (Kami telah mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita genbira dan pemberi peringatan, supaya tiada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah (diutusnya) rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. AN-Nisa: 165).
Kita mengimani bahwa rasul pertama adalah nabi Nuh dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad  shalallohu ‘alahi wa sallam, semoga shalawat dan salam sejahtera untuk mereka semua. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ”Sesungguhnya Kami telahmewahyukan kepadamu sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi yang (datang) sesudahnya…” (QS. An-Nisa: 163).
Iman Kepada Hari Kiamat
Kita mengimani kebenaran hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada kehidupan lain sesudah hari tersebut.
Untuk itu kita mengimani kebangkitan, yaitu dihidupannya semua mahkluk yang sesudah mati oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya:”Dan ditiuuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada dilangit dan siapa yang ada di bumi kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka bangkitmenunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68)
Kita mengimani adanya catatan-catatan amal yang diberikan kepada setiap manusia. Ada yang mengambilnya dengan tangan kanan dan ada yang mengambilnya dari belakang punggungnya dengan tangan kiri. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ” Adapun orang yang diberikan kitabnya dengan tangan kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang punggungnya, maka dia akan berteriak celakalah aku dan dia akan masuk neraka yang menyala.” (QS. Al-Insyiqaq: 13-14).
Iman Kepada Qadar Baik dan Buruk
Kita juga mengimani qadar (takdir) , yang baik dan yang buruk; yaitu ketentuan yang telah ditetapkan Allah untuk seluruh mahkluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya dan menurut hikmah kebijakan-Nya.
Iman kepada qadar ada empat tingkatan:
1.      ‘Ilmu
ialah mengimani bahwa Allah Maha tahu atas segala sesuatu,mengetahui apa yang terjadi, dengan ilmu-Nya yang Azali dan abadi. Allah sama sekali tidak menjadi tahu setelah sebelumnya tidakmenjadi tahu dan sama sekali tidak lupa dengan apa yang dikehendaki.
2.      Kitabah
ialah mengimani bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa yang terjadi sampai hari kiamat. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. sesungguhnya tu (semua) tertulis dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya Allah yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)
3.      Masyi’ah
ialah mengimani bawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala. telah menghendaki segala apa yang ada di langit dan di bumi, tiada sesuatupun yang terjadi tanpa dengan kehendak-Nya. Apa yang dikehendaki Allah itulah yang terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.
Khal
Ialah mengimani Allah Subhanahu Wa Ta’ala. adalah pencipta segala sesuatu. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya:  ” Alah menciptakan segala sesuatu dan
Dia memelihara segala sesuatu. Hanya kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi.” (QS. Az-Zumar: 62-63).
Keempat tingkatan ini meliputi apa yang terjadi dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala sendiri dan apa yang terjadi dari mahkluk. Maka segala apa yang dilakukan oleh mahkluk berupa ucapan, perbuatan atau tindakan meninggalkan, adalah diketahui, dicatat dan dikehendaki serta diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
(Sumber Rujukan: Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)